watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

BERCINTA SAMA COWOK NEGRO

Buat cewek-cewek yang suka cowok negro
sangat disarankan membaca cerita ini, dijamin
anda pasti suka, cerita seks dengan cowok
negro, kita tau pria negro memiliki kontol
panjang dan gede, dan udah pasti bikin para
cewek puas kalo di entot cowok negro. mau
tau rasanya? berikut cerita dari Cewek yang
memiliki pengalaman bercinta dengan cowok
negro.
Namaku Marini, berumur 33 tahun yang
berprofesi seorang perawat rumah sakit swasta
terkenal di Jakarta, dan aku kebetulan seorang
wanita keturunan Chinese, sudah berkeluarga
dengan suami seorang keturunan juga. Dia
bekerja di sebuah perusahaan pelayaran kecil
milik keluarga. Aku tidak cantik menurutku, tapi
aku dikaruniai kulit putih, bersih dan halus,
walaupun aku hanya merawat seadanya,
sedangkan tubuhku masih terawat, karena aku
memang senang berolah raga sedari kecil.
Kehidupanku biasa biasa saja seperti layaknya
keluarga menengah yang hidup di kota besar ini.
Kami tinggal di daerah Jakarta Utara mempunyai
seorang anak masih SD klas 1 saat itu.
Pengalaman sex saya biasa saja. Sebelum
menikah dengan suamiku Satya, aku pernah
melakukan hubungan sex dengan pacar
pertamaku yang juga seorang keturunan. Karena
aku seorang perawat RS, maka aku mempunyai
pengalaman melihat dan memegang berbagai
macam kemaluan lelaki, sebab saat aku
memandikan pasien, maka mau tak mau dan
suka tak suka aku membersihkannya. Dan
kuakui sebenarnya aku mempunyai libido yang
di atas rata rata, sebab kalau aku memandikan
pasien, sering aku jadi terangsang sendiri.
Setelah menikah aku hanya berhubungan
dengan Satya, namun kuakui, aku pernah
melakukan beberapa kali bercumbu sampai
dengan oral sex dengan 2 orang dokter yang
baik dan kami saling bersimpati. Ada keinginan
untuk sampai dengan hubungan sex
sesungguhnya tapi sungguh aku dan kedua
dokter itu hanya sampai dengan oral saja.
Dengan oral kami sama-sama mencapai
orgasme walaupun bukan orgasme genital, tapi
cukup memberikan kepuasan bagi kami masing
masing.
Keadaan berubah, saat aku bertugas di VIP dan
mendapatkan seorang pasien yang sangat
simpatik, walaupun sebenarnya awalnya aku
kurang suka karena dia adalah seorang pria
hitam asal Nigeria yang mondar mandir antara
Jakarta dan Lagos. Orangnya pendiam tidak
banyak bicara, mungkin karena banyak
menahan sakitnya. Tubuhnya tinggi besar,
kulitnya hitam, tapi kelihatan terawat tubuhnya.
Dia dirawat disebabkan terserang sakit radang
usus yang cukup akut, sehingga selama lebih
dari 2 minggu tidak diperkenankan dokter untuk
turun dari bed dan dua minggu berikutnya
setelah dioperasi baru dinyatakan sembuh total.
Selama 5 minggu lebih, hampir sepenuhnya aku
yang merawat. Aku ditunjuk oleh dokter kepala
untuk merawatnya karena dari semua perawat
senior hanya aku yang mampu berkomunikasi
dengan bahasa Inggris. Aku dibebaskan dari
tugas-tugas lain dan berkonsentrasi sepenuhnya
pada pasien VIP ini.
Pada awalnya tidak ada yang aneh, hubungan
kami hanya sebatas antara perawat dan pasien.
Pasien yang bernama Siof ini hanya bisa
berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan
dialek Afrika. Pada awalnya agak sulit juga aku
menangkap maksudnya.
Singkat cerita aku merawatnya dengan tulus
sebagai perawat. Selama minggu pertama
tugasku tidak begitu banyak, hanya mencek
selang infus, mengamati suhu tubuhnya, denyut
dan tekanan jantungnya serta menyibin dengan
pispot untuk buang air. Pada minggu kedua
selang mulai dilepas, tugasku bertambah
menyuapinya bubur sumsum cair dan
membersihkan tubuhnya dengan
memandikannya. Dia mulai agak banyak
berbicara, bercerita tentang negerinya, bisnisnya
dan keluarganya. Ternyata dia mempunyai
seorang anak dan seorang istri. Dia pun
menanyakan tentang aku. Tingkah lakunya benar
benar kalem dan sopan, tidak seperti yang aku
bayangkan sebelumnya bahwa orang Negro
bertemperamen keras atau urakan.
Kejadian diawali ketika aku jaga malam saat Siof
sudah dalam masa penyembuhan setelah
operasi pemotongan usus. Aku diminta datang
lebih awal seperti biasa untuk memandikan si
Negro itu. Tidak seperti biasanya, kali ini
penisnya sedikit ereksi saat aku bersihkan.
Sebenarnya sudah terlalu sering aku melihat
berbagai penis, tapi yang hitam legam baru kali
ini. Apalagi ukurannya, saat tidak ereksi saja
besarnya sudah melebihi punya Satya, malah
sedikit lebih panjang. Saat aku perhatikan wajah
Siof, dia tenang saja, tapi matanya terpejam
seperti menikmati saat penisnya aku bersihkan.
“Thank’s a lot Rin” katanya berterima kasih
setelah selesai.
Dan aku cuma tersenyum, senang karena
pekerjaanku dihargai. Malamnya setelah tugasku
menyuapinya makan malam dan tugas lain
selesai, seperti biasa aku menemaninya kalau
sedang tidak ingin menonton TV. Saat aku
masuk ke kamarnya, Siof sedang membaca
pocket book. Buku itu langsung diletakkan sambil
tersenyum, dan seperti biasa aku duduk di sofa,
tapi kali itu Siof meminta aku duduk di kursi
sebelahnya. Aku pindah dan kutanyakan
keadaannya seperti biasa. (Percakapan kami
untuk seterusnya langsung aku terjemahkan
dalam bahasa Indonesia).
“Saya merasa segar, tapi kadang-kadang masih
sakit”. ujarnya sambil berusaha mendekatkan
tubuhnya ke arahku, tapi aku larang untuk
bergerak.
Akhirnya kami mengobrol kesana kemari dan dia
bertanya, mengapa aku baik sekali terhadapnya,
sebab kalau di negaranya perawat tidak sebaik
aku, menurutnya. Tentu saja itu adalah tugasku
sebagai perawat, karena dengan merawatnya
sebaik mungkin, pasien akan lebih tenang dan
diharapkan akan cepat pulih.
“Terima kasih, kamu telah membuat aku cepat
sembuh” katanya tanpa ekspresi.
“Bukan aku, tapi obat dan semangatmu yang
membuat kamu cepat baik” sahutku.
“Setelah aku sembuh nanti, bisa kita berteman?”.
“Apa mau kamu, orang kaya berteman dengan
seorang perawat?”. Kulihat dia terkejut dengan
ucapanku yang sekenanya.
“Berteman tidak ada kata kaya atau miskin, atau
dibatasi dengan suku atau bangsa” katanya lirih,
sambil meraih tanganku. Kubiarkan tanganku
dielus tangan besar dan hitam itu. Kontras sekali
kulihat dengan tanganku yang termasuk putih.
“Boleh aku cium tangan yang telah merawatku
selama ini?”. Siof melirikku meminta persetujuan.
Kubalas senyumannya dan mengangguk. Siof
tersenyum dan mencium tanganku sambil
memejamkan matanya.
Seterusnya kami teruskan mengobrol dan
tanganku terus dibelainya. Jam 10.00 malam,
kuanjurkan Siof tidur, dan dia mengerti. Tapi aku
terkejut saat aku berdiri, ditariknya tanganku dan
menarik wajahku. Aku terkejut dan jantungku
serasa copot, tapi ternyata Siof tidak mengarah
mencium bibirku, Siof mencium keningku
sambil mengatakan terima kasih dan selamat
malam. Kuucapkan selamat malam juga dan
kubalas kutepuk-tepuk pipinya.
Dua hari setelah itu, ketika aku memandikan Siof
pagi-pagi, saat aku masuk kamarnya ternyata
Siof masih teridur. Sambil mempersiapkan
peralatan mandinya, dia terbangun sambil
mengucapkan selamat pagi. Dia bertanya,
mengapa tadi malam tidak datang? Aku minta
maaf, karena harus membuat laporan para
pasien.
Seperti biasa kami mengobrol sambil aku
memandikan raksasa ini. Tapi aku kembali
terkejut, ternyata kali ini penisnya dapat eraksi
penuh. Aku tercengang dengan ukurannya, dan
saat aku bersihkan lipatan di ‘kepala’ (Siof tak
disunat), terasa semakin keras, rupanya Siof
menikmatinya. Kuperhatikan nafasnya semakin
memburu karena terangsang, dan lirih kudengar
tarikan panjang nafasnya sambil mendesah.
Setelah selesai dan aku akan keluar ruangan,
diraih dan diciumnya tanganku serta sekali lagi
aku ditarik dan kali ini selain keningku, pipiku juga
diciumnya. Aku tersenyum dan kubalas ciuman
di pipinya.
Setelah kejadian itu kami semakin dekat rasanya.
Hari berikutnya sama seperti sebelumnya, tapi
pada hari ketiga setelah kejadian itu, aku sengaja
membawa penggaris, aku ingin mengukur
panjangnya, penasaran rasanya. Penggaris aku
siapkan dan aku masukkan pada buku status
pasien.
Seperti biasa, pagi pagi jam 5.00 aku siap
memandikan Siof. Dan kali ini dia sudah bangun
dan sudah semakin sehat. Kembali saat aku
bersihkan di balik kulit kepala penis yang tidak
disunat itu, terasa semakin keras, sengaja aku
kocok perlahan supaya lebih maksimal. Dan saat
saat dia memejamkan matanya, diam-diam aku
ambil penggaris yang sudah aku siapkan. Tapi
rupanya Siof memperhatikan tingkahku, dia
tersenyum lebar hingga aku sedikit malu
dibuatnya.
“Berapa senti Rin..?” katanya masih tersenyum.
“23 senti” jawabku malu, aku benar benar malu.
Sambil meletakkan penggaris, tangan kananku
tanpa sadar terus mengocok pelan-pelan, dan
diremasnya lenganku sambil berdesis-desis
menikmatinya. Ada rasa kasihan juga, setelah
kurangsang ternyata dia terangsang berat. Maka
tanpa pikir panjang, aku teruskan membelai dan
mengocok dengan busa sabun yang semakin
banyak. Dan hanya dalam beberapa detik,
lenganku dicengkeram kuat dan menyemburlah
sperma Siof sambil berdesis tertahan panjang
menahan kenikmatan.
Banyak dan sangat kental sperma yang keluar.
Melihat pemandangan itu aku jadi horny juga
rasanya, dan aku merasakan celanaku basah.
Cepat-cepat aku bersihkan semua, karena aku
takut ada orang masuk ke kamar ini. Sebelum
aku keluar, Siof sempat mengucapkan terima
kasih.
“Terima kasih Rin, kamu baik sekali” ujarnya
sambil membelai-belai tanganku. Aku balas
dengan anggukan dan senyuman. Diraihnya
wajahku dan diciumnya pipiku dan kali ini bibirku
dikecupnya, walaupun hanya ujung bibirku dan
hanya sesaat.
Sempat dua kali lagi aku mengeluarkan
spermanya sebelum akhirnya dia sudah dapat
mandi sendiri. Namun kejadian berikutnya
adalah dua hari sebelum Siof keluar rumah sakit.
Pada malam itu seperti biasa dan saat itu tidak
banyak laporan yang kubuat saat aku jaga
malam dan aku menemaninya sebelum tidur.
Saat aku masuk kamarnya dia membaca buku di
sofa panjang. Kami mengobrol banyak, tentang
waktu dia kuliah di Inggris, tentang anaknya dan
akhirnya obrolan sampai di momen saat aku
mengeluarkan spermanya. Aku katakan bahwa
aku kasihan dengannya saat terangsang berat
saat itu dan sekali lagi dia mengucapkan terima
kasih.
Setelah waktunya tidur, aku bimbing dia untuk
ke tempat tidur. Namun dia tidak langsung ke
tempat tidur, tapi malah hanya pindah duduk di
sofa tunggal. Aku berdiri dihadapannya. Siof
menengadah memandangku sayu. Dengan nada
bergetar, dia memintaku untuk mencium, sambil
menunjuk kemaluanku. Aku bingung untuk
menolaknya, takut tersinggung, kalap dan
marah. Belum aku menjawabnya, tangannya
sudah menyusup ke dalam bajuku mengusap
paha luarku. Dan makin ke atas akhirnya
menurunkan CD-ku. Tersentak aku, tapi aku
tanpa berpikir panjang malah membuka kancing
baju seragamku bagian bawah, aku pikir dia
hanya akan mencium sesaat saja.
Terlepaslah CD-ku dan disibakkannya bajuku.
Aku terdiam mematung. Tapi aku pasrah saja
dan saat bibir kemaluanku tersentuh, semakin
bergetar tubuhku. Akhirnya aku malah
merapatkan kemaluanku ke bibir Siof dan
kuangkat satu kakiku di sandaran tangan sofa.
Dan tanpa sadar aku mulai menggoyangkan
pinggulku, supaya Siof lebih leluasa menciumi
kemaluanku dan akhirnya aku pun malah dapat
menikmati.
Semakin kuat kurasakan lidahnya menari dan
menjelajahi seluruh lekuk kemaluanku. Aku
merasakan cairan epirtelku semakin deras seiring
dengan rangsangan yang semakin kuat, semakin
nikmat lidah yang sesekali menyelinap ke dalam.
Kuelus elus kepala Siof dan akhirnya tubuhku
mengejang dan kurapatkan kepala Siof. Dan
rupanya Siof tanggap bahwa aku akan mencapai
puncak. Orgasm. Maka dihisapnya klit-ku kuat-
kuat serta ujung lidahnya cepat sekali menggelitik
klit-ku. Nikmat sekali rasanya.
“Uuhh.” lenguhanku tertahan. Kurapatkan kakiku
dengan tubuh mengejang.
Setelah Siof selesai mencumbu kemaluanku, aku
lemas dan kurebahkan tubuhku sesaat di bed
pasien. Aku minta supaya penisnya jangan
dimasukkan, Siof memaklumi dan seluruh sisa
cairan yang masih ada di sekitar kemaluanku
dibersihkan dengan lidahnya. Oh enak sekali.
Namun aku buru buru mengancingkan baju dan
CD-ku kukantongi lalu aku segera meninggalkan
ruangan inap Siof dengan lari-lari kecil.
Esoknya aku sulit melupakan peristiwa tersebut,
tapi nikmat juga untuk dikenang. Paginya seperti
biasa aku kontrol. Dan dia sudah kelihatan segar,
walaupun tubuhnya masih agak lemah. Terus
terang aku ada keinginan dalam hatiku untuk
menikmati barang besar dan panjang tersebut.
Tapi tidak tahu bagaimana mesti memulainya,
malu juga untuk memulai.
Pada hari berikutnya sebelum aku pulang dari
tugas, aku dipanggil dokter kepala perawatan
VIP. Jantungku berdebar kuat, dan aku pucat,
takut dan malu bercampur aduk. Apakah
ketahuan perbuatanku tadi malam? Benar-benar
bingung aku saat itu, dan sambil berjalan gontai
aku menuju ruangan dokter kepala. Sebelum
masuk aku berusaha tenang, dan akhirnya aku
ketuk pintu dan aku masuk.
“Se.. laammat Pagi Dok” sapaku bergetar.
“Oh kamu Rin, selamat pagi, duduklah, kamu
sakit?”
“Tidak Dok, mung.. kin kurang tidur saja.”
“OK begini Rin.. (jantungku makin berdebar
serasa akan copot), Mr. Siof besok sudah bisa
keluar, tapi rasanya perlu pengawasan sekitar 5
hari lagi sampai seminggu atas permintaanya”
kata dokter kepala. Plong rasanya. Aku tahu
maksudnya.
“Terus maksud Dokter bagaimana?” tanyaku.
“Kami sudah putuskan selama masih dalam
pengawasan, Mr Siof minta untuk didampingi
seorang perawat. Sebab saat ini adiknya tidak
selalu berada di apartemennya”.
“Nah, kalau kamu tidak keberatan, kamu yang
aku tunjuk untuk mendampinginya selama
masih dalam pengawasan” sambungnya.
“Dok, kalau boleh usul, mengapa tidak dirawat di
sini saja?” usulku.
“Memang itu baik, tapi Mr. Siof bilang sudah
bosan di ruang rawat dan ruang itu akan segera
diisi pasien lain yang sudah menunggu.
Bagaimana. Apa kamu sanggup?”.
“OK dok, saya sanggup saja, tapi surat perintah
untuk saya kapan?”
“Nanti siang juga sudah selesai, saya taruh di
ruang ini. Untuk ijin suami ya. Beres deh, jangan
kuatir, nanti aku call suamimu..” kata dokter
sambil tersenyum, dan membuat aku malu
sendiri. Takut jangan jangan dokter tahu kejadian
tadi malam.
“OK Rin, mulai besok siang, tugasmu
mengawasi kondisi pasien Mr. Siof di
apartemennya sampai sembuh total” kata dokter
kepala dan aku pun keluar mengikuti langkahnya.
Pikiranku kacau, campur aduk, dan terbayang
apakah akhirnya aku akan ditiduri Siof? Ada rasa
ingin merasakan, tapi juga ada rasa takut.
Sampai aku pulang masih terbayang seandainya
aku sampai tidur dengan Siof. Ohh, aku belum
bisa membayangkannya. Esoknya aku datang
agak siang dan langsung ke ruangan dokter
kepala, langsung aku diberikannya surat tugas.
“Paling lima hari atau seminggu juga sudah
sembuh Rin” katanya sambil menepuk
pundakku. Padahal aku tahu Siof sebenarnya
sudah sehat benar, paling hanya memulihkan
tenaganya saja.
Dari situ aku langsung ke ruang rawat Siof. Aku
dapati dia sudah siap untuk meninggalkan RS,
semua barangnya sudah masuk dalam kopor
dan dia bilang bahwa semua urusan administrasi
sudah selesai, tinggal menunggu perawat yang
akan merawat di tempat tinggalnya. Dan
ternyata dia belum tahu bahwa aku lah yang
akan merawatnya. Sambil memelukku dia
menyambutku.
“Terima kasih Rin, kamu telah memperhatikan
aku sepenuhnya..” Katanya dengan nada sedih.
Aku mengerti, mungkin kalau bukan aku yang
akan merawatnya, aku akan sedih juga.
“Tenang Siof, akulah yang akan menemanimu
sampai kamu sembuh” kataku.
“Benar!!??” ujarnya surprise sambil badanku
diguncang-guncang penuh gembira.
Seterusnya kami berkemas dengan dibantu
office boy membawa barang Siof ke mobilku.
“Tidak naik taxi saja?” kata Siof.
“Lebih leluasa pakai mobilku yang jelek ini”
jawabku sambil nyengir.
“Not too bad, aku suka dengan mobilmu”
Dalam perjalanan tidak terlalu banyak kami
bicara. Sebelum ke apartemennya Siof minta
diantar mampir ke salon untuk memotong
rambutnya, dia minta dicukur habis. Aku
perhatikan setelah selesai cukur plontos, mirip
pemain bola dari Inggris yang aku kurang jelas
namanya sebab bentuk kepalanya bundar sekali.
Setelah sampai di apartemennya, ternyata Siof
tinggal di sebuah apartemen sangat mewah di
bilangan Slipi. Apartemen dengan dua kamar
tidur yang cukup besar, dua kamar mandi di
dalam, satu dapur modern, ruang santai dan ada
ruang tamu. Aku pikir Siof pasti orang
berkecukupan, dengan menyewa apartemen
besar dan mewah.
Setelah aku persilakan Siof istirahat, aku mulai
membereskan semua kelengkapan Siof dan aku
menyiapkan semua obat untuk selama
seminggu. Dan rupanya Siof sudah memesan
makanan untuk makan siang untuk diantar
kekamar. Sebab tak lama aku selesai ada pelayan
restoran membawa kereta dorong dengan
penuh makanan.
Setelah kami makan siang, kusiapkan obat untuk
Siof sambil kami mengobrol serta menonton TV.
Kupersilakan dia tidur. Dan akhirnya dia tertidur
dan aku juga tidur di sofa panjang. Sorenya
seperti biasa saja, dia mandi dan aku bereskan
tempat tidurnya, dan berikutnya aku gantian
mandi.
Sebelum aku mandi, aku lihat Siof memakai
kimono motif Jepang asli. Dan astaga, terlintas
saat dia merapikan duduknya, Siof tak memakai
CD. Aku berdesir melihat pandangan sepintas
tersebut, tapi rasanya tak mungkin aku bisa
menghindar lagi untuk bercinta dengan Siof.
Maka dengan jantung berdebar, aku mandi
dengan pikiran tidak tenang, tapi akhirnya
kupasrahkan yang akan terjadi ya terjadilah,
bukankah aku memang juga ingin merasakan
penis raksasa itu.
Maka sehabis mandi sengaja kuusapkan pewangi
hampir di seluruh tubuhku. Dengan jantung
berdebar cepat aku tinggalkan kamar mandi
mewah tersebut. Aku berusaha setenang
mungkin, dan aku berusaha bercanda dengan
Siof, untuk mengurangi ketegangan. Namun
ternyata Siof sudah mengorder makan malam di
kamar. Setelah aku selesai menyisir rambut,
sebagian lampu telah dipadamkan, ternyata
sudah ada dua lilin yang menyala di meja,
romantis sekali batinku.
Setelah makan malam selesai, kami bersantai
menonton TV dan Siof bergegas ke kamar
mandi. Dia akan menggosok gigi dan pipis. Aku
ikuti, karena aku juga akan menggosok gigi. Saat
aku sedang menggosok gigi, Siof buang air kecil
di belakangku, tapi tak sangka setelah selesai dia
menyabun dan mengeringkan kemaluannya.
Rasanya hal yang jarang dilakukan laki-laki.Setelah selesai kami kembali ke kamar dan
meneruskan menonton TV. Kami tidak banyak
bicara, karena perhatian kami tertuju ke TV,
namun batinku bekerja terus dengan denyut
jantung yang memburu, dan akhirnya semakin
cepat saat Siof bangkit dari sofa menghampiriku
untuk mengajak menonton TV dari bed. Aku
tahu, kami tak akan menonton TV lagi, maka aku
benar-benar menyerah dan pasrah, walaupun
dalam hati kecilku ingin juga. Hehehe.. Maka
waktu aku merebahkan tubuhku di samping
Siof, rasanya jadi berdebar namun penuh harap.
Siof mulai membalik tubuhnya menghadapku
dan tangan kanannya diletakkan di atas perutku.
“Rin, kamu sudah tahu maksudku kan?” katanya
lirih di telingaku. Merinding aku mendengarnya,
dan aku hanya menganguk.
“Yyes. I know, your..” Belum selesai aku
menjawab, kurasakan bibirnya sudah
menyentuh leherku, terus menyusur ke
pipiku.
Dengan tubuhnya bergeser merapat, bibirku
dilumatnya dengan lembut. Ternyata dicium pria
bibir tebal nikmat sekali, aku bisa mengulum
bibirnya lebih kuat dan ketebalan bibirnya
memenuhi mulutku. Sensasi nikmat yang belum
pernah kudapat. Sedang kunikmati lidah Siof
yang menjelajah di mulutku, kurasakan tangan
besarnya menyelusup dalam kimonoku dan
meremas lembut payudaraku. Ohh..,
payudaraku ternyata tercakup seluruhnya dalam
tangannya. Dan aku rasanya sudah tidak kuat
menahan gejolak birahiku, padahal baru awal
pemanasan.
Bibir Siof mulai meneruskan jelajahannya, sambil
menarik tali kimonoku, leherku dikecup, dijilat
kadang digigit lembut. Sambil tangannya terus
meremas-remas payudaraku. Tubuhnya sudah
di atasku, bibirnya terus menelusur di
permukaan kulitku. Dan mulai puting kiriku
tersentuh lidahnya dan dihisap. Kadang-kadang
seolah seluruh payudaraku akan dihisap. Dan
tangan satunya mulai menjamah kemaluanku
yang pasti sudah basah sekali. Dibelainya buluku
yang hanya sedikit. Sesekali jarinya menyentuh
klit-ku.
Bergetar semua rasanya tubuhku, dan jarinya
mulai sengaja memainkan klit-ku. Dan akhirnya
jari besar itu masuk ke dalam vaginaku. Oh,
nikmatnya, bibirnya terus bergantian menjilati
puting kiri dan kanan dan sesekali dihisap dan
terus menjalar ke perutku. Dan akhirnya
sampailah ke kemaluanku yang seminggu yang
lalu diciuminya sampai aku orgasme. Kali ini
diciumnya bulu tipis kemaluanku dan aku
rasakan bibir kemaluanku dibuka dengan dua
jari. Dan akhirnya kembali kemaluanku dibuat
mainan oleh bibir Siof, kadang bibirnya dihisap,
kadang klitku, namun yang membuat aku tak
tahan adalah saat lidahnya masuk di antara
kedua bibir kemaluanku sambil menghisap klit.
Siof benar benar mahir memainkan kemaluanku.
Hanya dalam beberapa menit aku benar-benar
tak tahan. Dan..
Aku mengejang dan dengan sekuatnya aku
berteriak sambil mengangkat pantatku supaya
merapatkan klitku dengan mulutnya, kuremas-
remas kepalanya yang botak, untuk kedua
kalinya aku orgasme hanya dengan bibir dan
lidah Siof. Siof terus mencumbu kemaluanku,
rasanya belum puas dia memainkan kemaluanku
hingga kembali bangkit birahiku dengan cepat.
“Siiooff.., please fuck me, please..” kataku
memohon sambil kubuka pahaku lebih lebar.
Siof pun bangkit membuka kimononya. Dan
dengan berdebar menunggu dengan semakin
berharap. Sepintas kulihat, kemaluan Siof sudah
maksimal, tegak hampir menempel ke perut.
Dan saat Siof pelan-pelan kembali menindihku,
aku membuka pahaku makin lebar, rasanya tidak
sabar vaginaku menunggu masuknya kemaluan
raksasa itu. Aku pejamkan mata. Dan Siof mulai
mendekapku sambil terus mencium bibirku lagi,
kurasakan di antara bibir kemaluanku mulai
tersentuh ujung kontol raksasa. Sebentar diusap-
usapkan dan pelan sekali mulai kurasakan bibir
kemaluanku terdesak menyamping. Terdesak
benda besar itu. Ohh, benar benar kurasakan
penuh dan sesak liang kemaluanku dimasuki
kontol Nigeria itu. Aku menahan nafas. Dan
nikmat luar biasa. Mili per mili. Pelan sekali terus
masuk kemaluannya.
Aku mendesah tertahan karena rasa yang luar
biasa nikmatnya. Terus.. Terus.. Akhirnya ujung
penis itu menyentuh bagian dalam kemaluanku,
maka secara refleks kurapatkan pahaku, tapi
betapa aku terkejut. Ternyata sangat mengganjal
sekali rasanya, besar, keras dan panjang.
Siof terus menciumi bibir dan leherku. Dan
tangannya tak henti-henti meremas-remas
tetekku. Tapi konsentrasi kenikmatanku tetap
pada kontol besar yang mulai beraksi
dipompakan halus dan pelan. Mungkin Siof
menyadarinya, supaya aku tidak kesakitan. Aku
benar benar cepat terbawa ke puncak nikmat
yang belum pernah kualami. Nafasku cepat sekali
memburu, terengah-engah. Aku benar benar
merasakan nikmat luar biasa merasakan gerakan
kontol besar itu. Kenikmatan, keanehan, tidak
bisa kutuliskan.
Maka hanya dalam waktu yang singkat aku
makin tak tahan. Dan Siof tahu bahwa aku
semakin hanyut. Maka makin gencar dia
melumat bibirku, leherku dan remasan
tangannya makin kuat. Dengan tusukan
kemaluan Siof yang agak kuat dan dipepetnya
klit-ku diteruskan dengan menggoyang
goyangnya, aku menggelepar, tubuhku
mengejang, tanganku mencengkeram kuat-kuat
sekenanya. Vaginaku menegang, berdenyut dan
mencengkeram kuat-kuat, benar-benar puncak
kenikmatan yang belum pernah kualami
senikmat seperti sekarang. Ohh, aku benar benar
menerima kenikmatan yang luar biasa. Aku tak
ingat apa-apa lagi kecuali kenikmatan dan
kenikmatan.
“Shiitt.. ooff.. off.. off, oohh.. hh, i.. i got it..”
Aku sendiri terkejut atas teriakkan kuatku. Oh,
setelah selesai, pelan pelan tubuhku lunglai,
lemas. Setelah dua kali aku orgasme dalam
waktu relatif singkat, namun terasa nyaman
sekali, Siof membelai rambutku yang basah
keringat. Kubuka mataku, Siof tersenyum dan
menciumku lembut sekali, tak henti hentinya
tetekku diremas-remas pelan.
Tiba tiba, serangan cepat bibirnya melumat
bibirku kuat dan diteruskan ke leher serta
tangannya meremas-remas tetekku lebih kuat.
Birahiku naik lagi dengan cepat, saat kembali Siof
memompakan kontolnya semakin cepat. Uuhh,
sekali lagi aku mencapai orgasme, yang hanya
selang beberapa menit, dan kembali aku
berteriak lebih keras lagi.
Siof terus memompakan rudalnya dan kali ini
Siof ikut menggelepar, wajahnya menengadah.
Satu tangannya mencengkeram lenganku dan
satunya menekan tetekku. Aku makin meronta-
ronta tak karuan. Puncak kenikmatan diikuti
semburan sperma yang kuat di dalam vaginaku,
menyembur berulang kali, seperti yang pernah
kulihat. Oh, terasa banyak sekali cairan kental dan
hangat menyembur dan memenuhi vaginaku,
hangat sekali dan terasa sekali cairan yang keluar
seolah menyembur seperi air yang memancar
kuat. Setelah selesai, Siof memiringkan tubuhnya
dan tangannya tetap meremas lembut
payudaraku sambil mencium wajahku. Aku
senang dengan perlakuannya terhadapku.
“Rin, kamu luar biasa, kemaluanmu pintar dan
nikmat sekali, small hole but very strong”
pujinya sambil membelai dadaku.
“Kamu juga. Kamu hebat. Bisa membuat aku
orgasme beberapa kali, dan baru kali ini aku bisa
orgasme beberapa kali dan merasakan penis
raksasa. Hihi..”
“Jadi kamu suka dengan punyaku?” godanya
sambil menggerakkan penisnya dan membelai
belai wajahku.
“Yes Siof, you have very wonderfull penis, very
big, hard and long” jawabku jujur dan memang
sebelumnya aku hanya penasaran dan hanya
bisa membayangkannya, tapi ternyata memang
luar biasa.
Siof memang sangat pandai memperlakukan
wanita. Dia tidak langsung mencabut penisnya,
tapi malah mengajak mengobrol sembari
penisnya makin mengecil. Dan tak henti-hentinya
dia menciumku, membelai rambutku dan paling
suka membelai tetekku. Aku merasakan cairan
sperma yang bercampur cairanku mengalir
keluar.
Setelah cukup mengobrol dan saling membelai,
pelan-pelan penis yang telah menghantarkan aku
ke awang awang itu dicabut sambil Siof
menciumku lembut sekali. Benar benar aku
terbuai dengan perlakuannya. Dibimbingnya aku
ke kamar mandi. Saat aku berjalan rasanya
masih ada yang mengganjal kemaluanku dan
ternyata banyak sekali sperma yang mengalir di
pahaku. Dan kami mandi bersama. Selesai kami
ke tempat tidur dan Siof memutar lagu classic
untuk menghantar kami tidur. Nyenyak sekali
aku tidur dalam pelukannya, merasa aman,
nyaman dan benar-benar malam ini aku
terpuaskan dan merasakan apa yang selama ini
hanya kubayangkan saja.
Pagi aku bangun masih dalam pelukannya.
Ternyata Siof sudah bangun tapi tak mau
mengusik tidurku. Katanya aku tidur nyenyak
sekali, sambil membelai rambutku. Seterusnya
kami bergegas ke kamar mandi, dan kulihat Siof
langsung membuka kimono dan menghidupkan
shower lalu mandi. Dia sudah tak tahan
menahan pipis rupanya. Sambil badannya
diguyur shower, dia juga pipis sambil nyengir
setelah permisi. Aku cuma tertawa geli dan aku
menggosok gigi dan ikut mandi juga.
Saat mandi kami saling menyabun dan
bercumbu di bawah shower. Dan tak
terlewatkan pula kami saling membersihkan
kemaluan kami. Setelah selesai Siof keluar
duluan, sedang aku masih menikmati shower
dengan sedikit horny. Selesai dengan rambut
yang sudah kering, aku masuk ke kamar,
ternyata Siof sudah menyiapkan roti hangat dan
kopi di meja dekat sofa, padahal masih belum
jam enam. Hanya lampu duduk yang hidup, dan
aku dipersilakan minum kopi dan makan roti
sambil mengobrol, sarapan dan diiringi lagu
lembut.
Setelah aku makan sepotong roti, dia lalu
memintaku duduk di pangkuannya. Aku
menurut saja. Terasa kecil sekali tubuhku. Sambil
mengobrol, aku dimanja dengan belaiannya.
Akhirnya setelah selesai makan, diraihnya
daguku, dan diciumnya bibirku dengan
hangatnya, aku mengimbangi ciumannya. Dan
selanjutnya kurasakan tangannya mulai
menyelinap di dalam kimonoku dan mulai
meremas-remas lembut tetekku, diteruskan
menarik tali kimonoku dan tangannya
menelusuri antara dada dan pahaku. Nikmat
sekali rasanya, tapi aku sadar bahwa sesuatu
yang aku duduki terasa mulai agak mengeras.
Ohh, langsung aku bangkit dan aku ingin melihat
dengan jelas penisnya, selagi di bawah sinar
lampu yang cukup terang. Aku bersimpuh di
depan Siof dan kubuka tali kimononya dan
kusibakkan.
Ohh, ternyata sudah mulai ereksi penisnya,
walau masih belum begitu mengeras. Dan
kepala penisnya sudah mulai sedikit mencuat
keluar lalu aku raih dan aku belai dan kulupnya
kututupkan lagi. Aku suka melihatnya dan
sebelum penuh ereksinya langsung aku kulum
penis Siof. Aku suka memainkan kulup penis
yang tebal dengan lidahku saat penis belum
sepenuhnya ereksi. Maka kutarik kulup ke ujung,
membuat kepala penis Siof tertutup kulupnya
dan segera kukulum sebelum ereksi penuh,
kumainkan kulupnya dengan lidahku dan
kuselipkan lidahku ke dalam kulupnya sambil
lidahku berputar masuk di antara kulup dan
kepala penisnya. Enak rasanya. Tapi hanya bisa
sesaat, sebab dengan cepatnya penisnya makin
membengkak dan Siof mulai menggeliat dan
berdesis menahan kenikmatan permainan
lidahku dan membuat mulutku semakin penuh.
Dan rupanya Siof makin tak tahan menerima
rangsangan lidahku. Maka aku ditarik dan diajak
ke tempat tidur. Sambil menarik tali kimonoku
Siof mematikan lampu duduk dan
menghidupkan lampu sorot di atas tempat tidur
bagian bawah. Sebenarnya aku agak malu, tapi
sudahlah, paling dia juga ingin gantian melihat
dengan jelas kemaluanku. Dan ternyata benar,
saat aku akan naik kakiku ditahannya sambil
tersenyum. Manis juga, batinku, diteruskan
dengan membuka kakiku dan Siof langsung
menelungkup di antara pahaku.
“I love it and I like it Rin” ujarnya sambil
membelai bulu kemaluanku yang jarang.
“Mengapa?”
“Sebab hanya sedikit bulu, dan bibir
kemaluanmu bersih tak ada bulunya serta tebal
bibirnya”.
Aku merasakan Siof terus membelai bulu
kemaluanku dan bibirnya. Kadang-kadang
dicubit pelan, ditarik-tarik seperti mainan. Aku
suka kemaluanku dimainkan berlama-lama, aku
terkadang melirik apa yang dilakukan Siof.
Seterusnya dengan dua jarinya membuka bibir
kemaluanku, aku makin terangsang dan aku
merasakan makin banyak keluar cairan epitelku.
Siof terus memainkan kemaluanku seolah tak
puas-puas memperhatikan kemaluanku, kadang
kadang disentuh sedikit klit-ku, membuat aku
penasaran. Tak sadar pinggulku mulai
menggeliat, menahan rasa penasaran. Maka saat
aku mengangkat pinggulku, langsung disambut
dengan bibir Siof. Terasa dia menghisap lubang
kemaluanku yang aku yakini sudah penuh
cairan. Lidahnya ikut menari kesana kemari
menjelajah seluruh lekuk kemaluanku, masing-
masing bibir dihisap-hisap. Dan saat dihisapnya
klit-ku dengan ujung lidahnya, cepat sekali
menggelitik ujung klit-ku, benar benar aku
tersentak. Terkejut kenikmatan, membuat aku
tak sadar berteriak..
“Aauuhh!!”. Benar benar hebat Siof
merangsangku, dan aku sudah tak tahan lagi.
“Please.. Sioff.. please.. fuck.. mee.. again..”
ujarku sambil menarik bantal.
Siof langsung menempatkan tubuhnya makin ke
atas dan mengarahkan penis raksasanya ke arah
kemaluanku. Aku masih sempat melirik saat dia
memegang penisnya untuk diarahkan dan
diselipkan di antara bibir kemaluanku. Kali ini aku
berdebar karena berharap. Dan saat kepala
penisnya telah menyentuh di antara bibir
kemaluanku, aku menahan nafas untuk
menikmatinya.
Dan dilepasnya dari pegangan saat kepala
penisnya mulai menyelinap di antara bibir
kemaluanku dan menyelusup lubang vaginaku
hingga aku berdebar nikmat. Pelan-pelan
ditekannya dan Siof mulai mencium bibirku
lembut. Kali ini aku lebih dapat menikmatinya.
Makin ke dalam.. Oh, nikmat sekali. Kurapatkan
pahaku supaya penisnya tidak terlalu masuk ke
dalam. Siof langsung menjepit kedua pahaku
hingga terasa sekali kontol Siof menekan dinding
vaginaku.
Penisnya semakin masuk. Belum semuanya
masuk, Siof menarik kembali seolah akan dicabut
hingga tak sadar pinggulku naik mencegahnya
agar tidak lepas. Beberapa kali dilakukannya
sampai akhirnya aku penasaran dan berteriak-
teriak sendiri. Setelah Siof puas menggodaku,
tiba tiba dengan hentakan agak keras, dipercepat
gerakan memompanya hingga aku kewalahan.
Dan dengan hentakan keras dan dengan
merapatkan serta digoyang goyangkan, tangan
satunya meremas tetekku, bibirnya dahsyat
menciumi leherku. Akhirnya aku mengelepar-
gelepar. Dan sampailah aku kepuncak. Orgasme.
Tak tahan aku berteriak, terus Siof menyerangku
dengan dahsyatnya, rasanya tak habis-habisnya
aku melewati puncak kenikmatan. Lama sekali.
Tak kuat aku meneruskannya. Aku memohon,
tak kuat menerima rangsangan lagi, benar benar
terkuras tenagaku dengan orgasme
berkepanjangan.
Akhirnya Siof pelan-pelan mengakhiri serangan
dahsyatnya. Aku terkulai lemas sekali, keringatku
bercucuran. Hampir pingsan aku menerima
kenikmatan yang berkepanjangan. Benar-benar
aku tidak menyesal bercinta dengan Siof, dia
memang benar-benar hebat dan mahir dalam
bercinta, dia dapat mengolah tubuhku menuju
kenikmatan yang tiada tara, atau memang aku
yang kurang pengalaman dalam bercinta di
tempat tidur, sebab pengalamanku tidur dengan
dua lelaki sebelumnya, keduanya tak ada yang
menandinginya.
Lamunanku lepas saat paha Siof mulai kembali
menjepit kedua pahaku dan dirapatkan tubuhnya
menindihku serta leherku kembali dicumbu.
Kupeluk tubuhnya yang besar dan tangannya
kembali meremas tetekku. Pelan-pelan mulai
dipompakan kontolnya. Kali ini aku ingin lebih
menikmati seluruh rangsangan yang terjadi di
seluruh bagian tubuhku. Tangannya terus
menelusuri permukaan tubuhku. Dadanya yang
berbulu lebat merangsang dadaku setiap kali
bergeseran mengenai putingku. Dan kontolnya
dipompakan dengan sepenuh perasaan, lembut
sekali, bibirnya menjelajah leher dan bibirku.
Ohh, luar biasa.
Lama kelamaan tubuhku yang semula lemas,
mulai terbakar lagi. Aku berusaha menggeliat,
tapi tubuhku dipeluk cukup kuat, hanya tanganku
yang mulai menggapai apa saja yang kudapat.
Siof makin meningkatkan cumbuannya dan
memompakan kontolnya makin cepat. Gesekan
di dinding vaginaku makin terasa. Dan
kenikmatan makin memuncak. Maka kali ini
leherku digigitnya agak kuat dan dimasukkan
seluruh batang kontolnya serta digoyang-
goyang untuk meningkatkan rangsangan di klit-
ku. Maka jebol lah bendungan, aku mencapai
puncak kembali. Kali ini terasa lain, tidak liar
seperti tadi. Puncak kenikmatan ini terasa
nyaman dan romantis sekali, tapi tiba tiba Siof
dengan cepat memopakan lagi.
Kembali aku berteriak sekuatku menikmati
ledakan orgasme yang lebih kuat, aku meronta
sekenaku. Gila, batinku, Siof benar-benar
membuat aku kewalahan. Kugigit pundaknya
saat aku dihujani dengan kenikmatan yang
bertingkat-tingkat. Sesaat Siof menurunkan
gerakannya, tapi saat itu dibaliknya tubuhku
hingga aku di atas tubuhnya. Aku terkulai di atas
tubuh Siof.
Dengan sisa tenagaku dan sisa rangsangan, aku
keluarkan penis Siof dari vaginaku. Dan kuraih
batang penis Siof. Tanpa pikir panjang, penis
yang masih berlumuran cairanku sendiri
kukulum dan kukocok. Dan pinggulku diraihnya
hingga akhirnya aku telungkup di atas Siof lagi
dengan posisi terbalik. Kembali kemaluanku yang
berlumuran cairan jadi mainnanya, aku makin
bersemangat mengulum dan menghisap
sebagian kontolnya. Dipeluknya pinggulku
hingga sekali lagi aku orgasme. Dihisapnya klit-
ku sambil ujung lidah Siof menari cepat sekali.
Tubuhku mengejang dan kujepit kepala Siof
dengan kedua pahaku dan kurapatkan pinggulku
agar bibir kemaluanku merapat ke bibir Siof.
Ingin aku berteriak tapi tak bisa karena mulutku
penuh, dan tanpa sadar aku menggigit agak kuat
penisnya dan kucengkeram kuat dengan
tanganku saat aku masih menikmati orgasme.
Tubuh Siof pun mengejang dan kulihat kakinya
menggeliat-geliat serta pinggulnya bergoyang
kuat. Aku masih menikmatinya saat seluruh bibir
kemaluanku dihisapnya dan ujung lidahnya
menyentuh klit-ku hingga aku tersentak.
Dengan pancaran kuat sperma Siof memenuhi
dalam rongga mulutku, bahkan ke
tenggorokanku. Belum sempat aku
mengeluarkan penisnya dari mulutku, terjadilah
semburan berikutnya. Dan selanjutnya terus
kukocok kuat dan kuarahkan semburan maninya
ke wajahku. Sebagian besar sperma yang keluar
di mulutku masuk tertelan. Kulihat semburannya
makin sedikit dan makin melemah pancarannya
walau masih banyak dan kental sekali yang
keluar. Terus kukocok dan kuperas-peras serta
kembali kumasukkan penisnya ke mulut dan
kuhisap kuat-kuat.
Siof menggelinjang dan berteriak keras. Rupanya
dia menikmati apa yang aku lakukan. Aku ingin
membalas kenikmatan yang telah diberikannya
padaku. Akhirnya penisnya mulai melemas dan
tetesan maninya habis. Baru kali ini aku sampai
menelan sperma. Walaupun sebelumnya aku
sudah sering melakukan oral, namun baru kali ini
aku menelan sperma.
Wajahku penuh sperma Siof, dan sebagian dari
mulut yang tak tertelan meleleh keluar. Tanpa
sadar kuratakan sperma yang melekat di
wajahku dan kukulum kembali penis Siof yamg
sudah melemah, kuhisap sisa sisa sperma yang
masih tersisa di dalam dan yang berceceran di
kepala penisnya yang sudah mulai tertutup
kulupnya.
Tubuh Siof melemah. Tangannya telentang, tapi
bibirnya masih sesekali menghisap menempel di
bibir kemaluanku. Aku pun terkulai lemas di atas
tubuh Siof dengan tetap memainkan penisnya di
wajahku sambil menikmati bibir Siof yang masih
menempel di bibir kemaluanku. Nikmat luar
biasa, lemas. Tapi sungguh kami mendapatkan
kepuasan yang tiada tara khususnya aku.
Aku benar benar sudah dibuat gila oleh Siof, bau
khas sperma yang biasanya kurang kusuka, kali
ini kunikmati bahkan menelannya, baik yang
memancar langsung ke tenggorokanku maupun
saat aku menghisap habis sisa-sisa setelah
penisnya melemas. Kuletakkan penis Siof yang
telah lemas di bibirku dan kupeluk kedua
pahanya. Akhirnya aku terlelap sesaat setelah
kelelahan. Saat aku terbangun, ternyata wajahku
terasa kaku karena sperma yang mengering dan
kemaluanku masih menganga menempel di bibir
Siof, karena saat tertidur posisi kakiku masih
mengangkangi wajahnya.
Demikianlah pembaca, selama satu minggu
paling tidak kami dua kali bertarung dalam sehari
atau kadang bahkan empat kali, seperti tak ada
puasnya. Setelah sembuh benar dia meneruskan
bisnisnya dan bila Siof sedang di Jakarta, kami
tak pernah melewatkan kesempatan untuk
bercinta. Melampiaskan kangen? Ya, aku kangen
dengan penisnya yang besar dan pemiliknya
yang pandai mengolah tubuhku. Dan dia pun
kangen dengan vaginaku yang katanya sempit
dan menghisap kuat. Dan itu masih terus
berlanjut sampai dengan aku menceritakan
kisahku ini, dan entah sampai kapan aku pun tak
pernah tahu.


Adult | GO HOME | Exit
1/2928
U-ON

inc Powered by Xtgem.com